Saat semua orang sedang sibuk tertawa riang sembari berteriak "HAPPY NEW YEAR 2020". Siapa sangka dalam waktu singkat berubah menjadi kesedihan yang melanda Jakarta.
Jujur selama hamil muda (11 minggu) saya sudah tak kuat lagi bergadang. Tepat pukul 22.00 WIB saya pasti sudah tertidur lelap. Jadi boro-boro deh bisa lihat kembang api. Lagipula hujan dari sore hingga larut malam tak kunjung usai.
Ternyata tepat pukul 04.00 WIB suami pun membangunkan saya saat masih tertidur lelap. Suami saya meminta untuk bergegas membereskan barang-barang penting yang harus kami packing.
Tapi saya masih saja bersantai dan mengabaikan apa yang diperintahkan suami. Hingga akhirnya suami saya pun membuka pintu kamar dan jreennngg jreeennngggg, air banjir terus mengalir begitu deras di luar kamar. Saya mulai panik membereskan barang.
Suami saya dengan wajah kalemnya tetap saja terlihat tenang. Sesekali suami menenangkan saya yang sedang panik. Entah apa yang harus saya packing, saya pun kalang kabut.
Akhirnya karena saya terlihat panik. Suami saya pun langsung menghampiri dan secara perlahan dengan nada suara yang masih tetap tenang meminta saya untuk membereskan baju saja. Semua barang berat seperti lemari, kasur, dispenser dan lain sebagainya sudah diurus suami.
Secara perlahan saya pun menenangkan diri dan mengikuti semua perintah suami yang telah diinstruksikan. Kasur diangkat dan bagian bawah kasur diganjal 2 koper, satu keranjang baju dan box.
Lalu lemari bagian bawahnya sudah di tarik dan di simpan di atas kasur. TV pun sudah di simpan di atas lemari dan semua tas juga di atas lemari.
Laptop, perhiasan dan dokumen penting sudah saya packing dalam 3 tas. Baju pun seadanya yang saya bawa.
Tepat pukul 04.30 WIB saya dan suami menerjang banjir yang sudah mencapai hingga 70 cm (Sepaha).
Arus air banjir begitu kuat, hampir saja saya terjatuh. Untung suami selalu sigap saat kami menerjang banjir.
Hujan sangat deras kami bingung mau pergi kemana karena tidak ada tempat pengungsian. Kostan kami terletak di Kuning Barat. Tepat di belakang Menara Jamsostek.
Kami menunggu hujan reda di depan warung tapi sayang, hujannya masih saja deras. Akhirnya kami memutuskan menerjang hujan yang begitu deras untuk mencari hotel.
Yah saat hujan deras saya cuma menggunakan jas hujan plastik dan suami menggunakan payung. Saya membawa tas laptop dan tas yang berisi dompet. Sedangkan suami membawa tas yang berisi baju, perlengkapan mandi dan berkas dokumen yang penting serta perhiasan.
Kami kehujanan sampai 3 jam lamanya. Saat jalan kaki menerjang hujan, ternyata di tendean banjir parah. Motor dan mobil tidak dapat lewat. Kami berdua tetap berjalan melewati banjir dengan arus air yang begitu kuat.
Akhirnya kami sampai di salah satu Hotel yang terletak di tendean. Tapi sayang Hotel tersebut mematok harga jauh lebih mahal. Harga aslinya hanya 600ribu berubah menjadi 1.5juta rupiah. Sungguh tragis!!! Kamarnya biasa aja tapi matok harga terlalu mahal. Saya pun menolak!!
Kami masih melanjutkan perjalanan hingga akhirnya menemukan hotel kembali di bilangan Bangka. Tapi sudah full booked dan bisa di pesan nanti jam 2 siang. Kita pun setuju karena harganya masih terjangkau hanya 500rb permalam.
Berhubung saat itu masih tepat pukul 08.00 WIB. Jadi kami pun menuju parkiran mobil yang letaknya tak jauh dari hotel tersebut. Kami berteduh di dalam mobil sembari menunggu hujan reda.
Suami pun sibuk melihat kondisi mertua yang juga terkena banjir nyaris seleher suami saya yang memiliki tinggi badan 183 cm. Kebayangkan tingginya semana?
Saya hanya menunggu hujan reda di dalam mobil. Setelah semua urusan suami selesai, kami bergegas menuju hotel di Bangka. Ternyata sesampainya disana kondisi hotel mati lampu. Entah apa lagi yang harus kami lalukan. Semacam pasrah dan bingung mau mengungsi dimana lagi.
Tak lama setelah itu, kaka ipar kami menelpon dan mengabarkan kami kalau mereka sudah memesan dua kamar di Hotel Park Regis Arion Kemang. Bersyukur banget kami akhirnya bisa bergegas menuju hotel untuk sekedar istirahat.
Setidaknya kami bisa istirahat sejenak karena kami merasa sangat lelah sekali dengan petualangan banjir yang telah kami hadapi bersama.
Selama di hotel kami bisa dengan tenang mandi dengan air panas. Walaupun pakaian yang kami kenakan pun hanya seadanya saja. Setidaknya saat kelaparan hotel tersebut dekat dengan area penjual makanan.
Tapi tragisnya lagi saat kami akan menuju lantai 5 yang dimana kamar kami saling berhadapan. Eeehhh malah kejebak di dalam lift dong. Gak nyangka ini kali pertama memiliki pengalaman kejebak di dalam lift.
Sebenarnya kami sudah sampai di lantai 5 karena kami mendengar suara keponakan yang lagi bercerita. Bahkan kaka ipar saya pun sempat bertanya dengan suaminya dan yah disahut pula pertanyaan kaka ipar saya.
Gak lama dari situ, suaranya menghilang dalam sekejap. Kami tidak merasakan apa-apa. Tak lama kemudian pintu lift terbuka di lantai 1. Warbiyasaaa pengalaman kejebak di dalam lift yang tak disangka-sangka terjadi dengan saya saat itu.
Akhirnya kami pun tak ingin naik ke atas kalau tidak ada yang menjaga lift. Bahkan tamu yang berdatangan ke hotel tersebut, mayoritas yang kebanjiran juga.
Kami satu lift dengan bapak-bapak yang dimana kondisi bajunya telah basah kuyup di sekujur tubuhnya. Sungguh hari yang sangat melelahkan.
***
Kamis, 2 January 2020 Saya pun tak bisa masuk kerja karena seluruh akses menuju kantor masih tertutup banjir. Beruntungnya HRD saya pun mengerti akan kondisi Jakarta saat ini.
Akhirnya kami pun segera bergegas menuju kostan kami yang entah akan seperti apa rupanya setelah terkena banjir.
Alhamdulillah semua yang ada di pikiran saya tidak terjadi. Sempat berpikir kalau lemari akan terjatuh akibat tergenang. Lalu TV hancur juga terkena banjir. Nyatanya itu hanya pikiran buruk saya saja.
Namun ada pula barang yang tidak selamat seperti Action Camera, HP, Gimbal Feiyutech, Surat perhiasan, Surat Pajak dan Kasur.
Kami hanya bisa pasrah saja. Setidaknya masih ada beberapa barang penting yang bisa terselamatkan oleh kami.
Berhubung saya sedang hamil muda, suami pun tak mengijinkan saya untuk membantu membersihkan kamar. Namun saya tetap ngeyel karena gak tega lihat suami yang sudah kelelahan angkat barang berat kesana kemari.
Saya pun hanya membantu memisahkan baju yang masih kering dan baju yang telah terkena banjir. Lalu membersihkan lumpur dengan pel karet.
Sudah 6 jam kami berkutat membersihkan kamar. Tetap saja lumpurnya masih banyak di sela-sela lemari. Saya sudah kelelahan dan kedinginan untuk membersihkan kamar yang di penuhi lumpur.
Saya pun meminta suami untuk berhenti mengerjakan bebenah kamarnya. Akhirnya kami pun balik lagi ke Hotel untuk sekedar beristirahat. Entah minggu depan kami akan tinggal dimana kalau kondisi Jakarta masih saja tetap banjir.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama saya menghadapi banjir. Tapi bedanya dulu saya masih tinggal bersama orang tua dan tiap kebanjiran kami dapat berteduh dan beristirahat di kamar atas.
Beda halnya dengan saat ini, saya dan suami kelimpungan mencari tempat berteduh. Bayangkan saja saat dimana masih banyak yang terlelap dalam tidurnya saya dan suami sudah sibuk mencari tempat berteduh.
Kami tidak tau dimana letaknya pengungsian. Jujur rasanya ingin sekali menangisi keadaan tapi percuma gak akan merubah apapun. Saya harus bisa tegar agar suami juga tidak panik melihat kondisi saya yang sebenarnya shock.
Semoga kejadian ini pertama dan terakhir kalinya kami merasakan kesedihan yang teramat dalam.
Semua barang-barang yang kami beli ludes seketika. Mana cicilan masih tetap berjalan pula. Tapi yah mau gimana lagi, kami hanya bisa pasrah dan ikhlas dengan musibah yang kami hadapi.
Doakan kami agar selalu tetap sehat dan tetap kuat saat membersihkan kamar karena kami masih tetap harus berjuang di keesokan harinya.
Cheers,
2 January 2020
"Semua barang-barang yang kami beli ludes seketika. Mana cicilan masih tetap berjalan pula"<-- Ending nya bikin ngakak
BalasHapusHahahaaa tp itu kenyataan kaka Hiks
Hapuskocak endingnya
BalasHapus